Bukan Pemuda Biasa
Yang kita tahu mayoritas anak muda saat ini jauh dari agama. Mereka lebih identik dengan kenakalan, tawuran, juga pergaulan dengan lawan jenis yang bebas. Pemuda yang dibahas kali ini adalah pemuda yang berbeda dari lainnya. Siapa mereka?
Mereka yang Mendapat Naungan Allah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allah.’ (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)
Allah Kagum pada Mereka
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
“Sungguh Allah sangat mengagumi seorang pemuda yang tidak menyimpang dari kebenaran.” (HR. Ahmad, 4:151. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi.)
Pemuda Dahulu Diberi Amanah Besar
Abu Bakar pernah berkata kepada Zaid bin Tsabit dan ketika itu hadir pula ‘Umar bin Al-Khattab,
إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ وَلاَ نَتَّهِمُكَ ، كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْىَ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَتَتَبَّعِ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ
“Engkau itu seorang pemuda yang cerdas dan kami pun tidak ragu padamu, engkau dahulu pernah menulis wahyu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, telusurilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah.” (HR. Bukhari, no. 4679)
Sahabat Nabi yang Masih Belia Semangat Ikut Jihad Bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
عَرَضَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ أُحُدٍ فِى الْقِتَالِ وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِى وَعَرَضَنِى يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِى
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah melihatku saat akan berangkat Perang Uhud. Ketika itu usiaku empat belas tahun. Beliau tidak mengizinkanku untuk ikut perang saat itu. Lalu beliau melihatku lagi saat mau berangkat Perang Khandaq. Ketika itu usiaku telah mencapai lima belas tahun. Barulah beliau memperbolehkanku untuk ikut perang.” (HR. Muslim, no. 1868)
Lihatlah pemuda di masa Rasulullah sudah semangat berjihad, beda dengan pemuda saat ini yang hanya semangat mengikuti konvoi motor yang membuat bising, semangat berbuat onar dan lebih semangat mengikuti tawuran antargeng dengan senjata-senjata tajam.
Contoh Pemuda dari Sahabat Nabi
Ali bin Abi Thalib adalah pemuda yang pertama kali masuk Islam. Usia Ali ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus adalah sepuluh tahun. Walau ia masih belia, ia tetap memberanikan diri untuk masuk Islam walau ia menyelisihi keluarga dan kaumnya. Sedangkan pemuda saat ini mengenal Islam di usia seperti itu sangat jarang. Bahkan pemuda saat ini malu dengan keislamannya sendiri.
Usamah bin Zaid adalah pemuda lainnya, disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa ia diberikan amanah untuk menjadi pemimpin pasukan saat usia beliau baru 18 tahun. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengangkat Usamah menjadi pemimpin pasukan hingga ia memimpin saat menghadapi Romawi. Usia 18 tahun di zaman kita ini berada pada usia SMA, apa ada di zaman ini pemuda semacam itu yang sudah menjadi panglima perang?
Ibnu ‘Abbas, haditsnya telah lewat di atas ketika mendengar wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam usianya masih ghulam (bocah). Jarang kita lihat anak kecil yang semangat menuntut ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Ibnu ‘Abbas. Dikisahkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin bahwa usia Ibnu ‘Abbas ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia adalah sekitar lima belas tahun.
‘Amr bin Salimah pernah menjadi imam sejak usia belia. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari hadits berikut, ‘Amr bin Abi Salimah menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« صَلُّوا صَلاَةَ كَذَا فِى حِينِ كَذَا ، وَصَلُّوا كَذَا فِى حِينِ كَذَا ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ ، فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا » .
“Lakukanlah shalat ini pada waktu ini dan shalat itu pada waktu itu. Jika waktu shalat sudah masuk, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan azan dan yang paling banyak hafalan Qur’annya hendaklah menjadi imam.”
‘Amr lantas mengatakan,
فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّى ، لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنَ الرُّكْبَانِ ، فَقَدَّمُونِى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ ، وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ ، سِنِينَ
“Mereka semua saling memandang. Ketika itu tidak ada yang punya hafalan Qur’an yang lebih banyak dari diriku, karena sudah banyak mendapatkan hafalan dari para pengendara dahulu. Mereka pun mengajukan diriku sebagai imam bagi mereka, padahal aku masih berusia enam atau tujuh tahun.” (HR. Bukhari, no. 4302)
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Ketika Perang Badar aku berada di tengah barisan.Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang masih sangat belia. Aku berharap seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk mereka (untuk melindungi mereka, pen.). Salah seorang dari mereka mengedipkan mata kepadaku dan berkata, “Wahai paman, engkau kenal Abu Jahal?” Kukatakan kepadanya, “Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya?” Pemuda itu kembali berkata,
أُخْبِرْتُ أَنَّهُ يَسُبُّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَئِنْ رَأَيْتُهُ لاَ يُفَارِقُ سَوَادِى سَوَادَهُ حَتَّى يَمُوتَ الأَعْجَلُ مِنَّا
“Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun bersumpah kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya atau aku yang akan mati di tangannya.”
Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu pemuda yang satunya lagi mengedipkan mata kepadaku dan mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan orang. Aku berkata, “Tidakkah kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi.” Mereka pun saling berlomba mengayunkan pedangnya hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.”
ثُمَّ انْصَرَفَا إِلَى رَسُولِ اللَّهُ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَاهُ فَقَالَ « أَيُّكُمَا قَتَلَهُ » . قَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَنَا قَتَلْتُهُ . فَقَالَ « هَلْ مَسَحْتُمَا سَيْفَيْكُمَا » . قَالاَ لاَ . فَنَظَرَ فِى السَّيْفَيْنِ فَقَالَ « كِلاَكُمَا قَتَلَهُ »
Kemudian mereka menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukan kepada beliau. Maka beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian berdua yang membunuhnya?” Keduanya mengacung lalu mengatakan, “Saya yang telah membunuhnya.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Apakah kalian sudah membersihkan pedang kalian?” Mereka menjawab, “Belum.” Perawi berkata, “Lalu beliau memeriksa pedang mereka dan bersabda, ‘Kalian berdua telah membunuhnya.’” Kemudian beliau memutuskan bahwa harta rampasannya untuk Mu’adz Ibnu ‘Amr Ibnu al-Jamuh. Kedua pemuda itu adalah Mu’adz bin ‘Afra’ dan Mu’adz bin ‘Amr bin Al-Jamuh. (HR. Bukhari, no. 3141 dan Muslim, no. 1752)
Semoga para pemuda mendapatkan taufik dan hidayah.
—
*Tulisan ini adalah bagian dari tulisan dari Buku “Mahasantri: Mahasiswa Plus Santri” yang disusun oleh M. Abduh Tuasikal dan M. Saifudin Hakim yang akan diterbitkan Penerbit Rumaysho.
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel RemajaIslam.Com
Artikel asli: https://remajaislam.com/998-bukan-pemuda-biasa.html